Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Sebuah Cerpen

Bukan Mimpi
Nadya Dunnya Jadita


Ketika sang fajar terasa masih sayup akan sinarnya,Tuhan membisikkan angin lembut dalam tubuhku, aku terbangun dalam tidur sholatku. Tampak wajah layu, mengantuk dan lelah. “Bukan jadwalku hari ini untuk sekolah.” Kataku dalam hati. Yaah hari ini hari pertama dimana aku harus membiasakan untuk membantu kakek.
            Niat ingin kubangunkan kakekku, namun saat aku lihat ke kamarnya yang kudapati kakek sudah tidak ada di kamar. Aku berjalan dengan tertatih dan bingung. Aku takut kakekku meninggalkan aku untuk bekerja hari ini. Namun saat Aku melihat keluar rumah, kulihat kakek sedang mempersiapkan gerobak dibelakang sepedanya.
            “Kakek, kek kakek...” panggilku dengan suara lirih dan terbata-bata. “Iya cucuku, nampaknya kau sudah bangun.” Jawab kakek disambut dengan senyumannya. “Untuk apa gerobak itu kek?” tanyaku. “Ini untuk membawamu saat aku mulung nanti, karena aku tidak mungkin meninggalkanmu cu, aku tidak ingin kamu kesepian di rumah.” Jawab kakek. Dia adalah kakek, yaah kakekku yang sampai sekarang akupun tidak tahu nama aslinya. Dia
sudah tua renta, matanya pun tampak sayup. Dialah seorang ibu, bapak, serta kakek bagiku. Dialah yang menemukanku di dalam tempat sampah, tepat 15 tahun yang lalu. Dia yang merawatku, membesarkanku, menyayangiku layaknya anak sendiri.
            Kini 15 tahun telah aku lewati dengan kakek. Kakek sangatlah menerimaku. Aku memang tumbuh tidak seperti anak biasanya. Aku mempunyai kelebihan dari anak-anak lainnya. Kelebihan itu adalah aku anak yang mengalami cacat mental. Keseharianku yang biasanya sekolah, kini tak lagi ku jalani karena kakekku tak mampu  lagi membayar biaya sekolahku yang sangat mahal. Maklumlah, karena sekolah luar biasa itu lebih mahal dari pada sekolah yang biasa-biasa saja.
            Jam sudah menunjukkan pukul 06.00 dan kakek pun membopongku ke dalam gerobak yang sudah dia siapkan sejak tadi pagi. Dan Aku pun ikut dalam mulung hari itu dan akan menjadi rutinitasku setiap harinya. Di jalan kakek bercerita banyak tentang pengalamannya selama dia hidup untuk memulung. Kakek bercerita tentang rumah-rumah yang sering dia datangi untuk diambil barang yang sekiranya masih layak dijual. “Ini rumah pertama cu, orang yang mempunyai rumah ini sangatlah ramah. Bahkan kadang kakek sering diberi makanan olehnya.” Kata kakek dengan antusias. Aku menjawab hanya dengan senyum-senyum seperti anak kurang mental lainnya. Mungkin kakek sendiri sudah mengerti dengan jawaban yang aku berikan walau hanya dengan isyarat-isyarat yang aku berikan. Sedang kakek mengorek-orek tempat sampah untuk mencari barang yang masih layak, aku pun melihat-lihat sekitar tempat tersebut. Lalu aku menemukan sebuah mainan yang masih bagus tapi dibuang oleh pemiliknya. Aku meminta tolong kepada kakek untuk mengambilkan mainan itu dengan bahasa isyarat yang aku berikan kepada kakek. Dan kakekpun mengambil mainan itu untuku.
            Hari sudah mulai sore, dari blok ke blok perumahan elite sudah kakek dan aku lewati. Matahari tampaknya sudah lelah untuk menampakkan sinarnya pada hari ini. Dan saat itu juga, kakek memutuskan untuk pulang ke rumah. Sesampai rumah, kakek membopongku ke dalam rumah. Sebenarnya aku tidak ingin merepotkan kakek terus-terusan. Namun apa daya, aku tidak bisa melakukan apapun dengan kondisi kakiku yang tumbuh tidak sempurna. Kini aku hanyalah seorang anak yang selalu merepotkan kakekku. Terkadang aku berfikir bagaimana caranya untuk membalas semua kebaikan kakekku. Tapi aku tak tau apa yang harus aku lakukan sedangkan aku untuk berjalan Saja susah gimana mau membantu yang lebih untuk kakek. Sedih rasanya hatiku jika aku terus begini.
            Hari demi hari kakek jalani untuk merawatku dengan ikhlas. Meski aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk membalas kebaikan kakek itu tapi aku punya doa untuk kakek semoga Tuhan membalas kebaikannya selama dia merawatku. Semoga pula Tuhan mendengar doaku untuk kakek. Walaupun kakek lelah untuk merawatku tetapi ia tak pernah putus asa untuk ini semua. Hasil pulungan kakek selama ini di jual di juragan yang sangat kaya dan baik hati. Juragan itu selalu membeli dengan harga lebih untuk hasil jerih payah kakek selama ini. Uang itu kakek gunakan untuk membeli makan sehari-hari.
            Hari kemudian kami mulung di tempat yang berbeda. Sesuai rutinitas pagi, kakek membopongku ke dalam gerobak yang biasanya. Saat mulung di tempat sampah suatu rumah, tuan rumah itu menyapa kakek dengan sangat ramah. Mungkin orang rumah itu merasa iba dengan kakek yang memulung dengan membawa cucu yang cacat mental seperti aku. Lalu ia pun memberi kami makanan dan sedikit uang untuk hidup kami hari ini. Setelah beberapa lama kami memulung dikompleks itusang pemilik rumah yang dulu berniat mengadopsi aku menjadi putranya, karna sang pemilik rumah itu tidak punya seorang pun anak. Tetapi aku masih sayang kepada kakek dan tidak tega untuk meninggalkannya hidup seorang diri. Tak lama kemudian kakek mulai sakit-sakitan dan aku yang mulai merawatnya dibantu oleh keluarga baik hati dan ramah  yang tinggal dikompleks itu. Beliau yang membiayai segala sesuatu selama kakek sakit hingga biaya rumah sakit.
Tetapi tak lama setelah keluar dari rumah sakit kakek pun sakit-sakitan lagi dan akhirnya kakek pun menghembuskan nafas terakhir di gubuknya. Aku pun larut dalam kesedihan karena aku belum sempat berterimakasih kepadanya, lalu keluarga di kompleks itu mengangkat ku menjadi anaknya. Aku pun berganti status menjadi seorang anak pengusaha. Aku pun disayangi layaknya anak kandung mereka, mereka menyekolahkan ku di sekolah luar biasa untuk menghargai itu semua aku belajar dengan giat dan supaya membuat kakek bangga kepada ku meski ia telah tiada. Usahaku tak berakhir sia-sia. Kini aku sukses dalam meraih segala hal, entah pelajaran maupun kehidupan. Hidup ku kini lebih berguna dan bermanfaat. Semoga kakek disana bahagia melihat aku didunia sukses dan hidup bahagia, terimakasih pula semasa hidup kakek telah merawat ku dengan penuh kasih sayang. Juga keluarga angkat ku, terimakasih untuk semua yang kalian memberi kepadaku

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar